Oke, pertama tama, saya bilang ini menunjukkan
muka saya ketahuan kalau kebule bulean. Minimal bule untuk orang luar negeri.
Akhirnya timbul juga celetukan teman saya, ketahuan yang jomblo siapa. Hahaha.
Oke,ini saya anggap pujian, atau mungkin bisa juga ejekan untuk saya yang belum
punya pasangan, istri atau pacar. Sebelum saya lanjutkan, tahukah anda siapa
yang namanya Yulius Haryadi? Ya, yang di foto itu pakai kaos putih. Anda
percaya, ya, jelas tidak mungkin. Mana mungkin orang desa seperti saya
mempunyai wajah kayak gitu.
Ya, mungkin memang wajah saya standar seperti
orang orang Indonesia lain, yang sawo matang dan menyerempet warna gelap. Saya
suka berwisata ke tempat tempat wisata yang sampai saat ini baru sebatas di
indonesia, mungkin beberapa tahun mendatang bisa sampai keluar pulau jawa,
bahkan ke luar negeri atau luar angkasa mungkin… haha
Saya lahir dan besar di Indonesia, negara yang
sangat saya cintai, saya sayangi dan saya hormati. Namun, entah beberapa kali,
saya merasa lahir dan hidup di negara yang salah. Salah? Kenapa? karena saya
lihat Indonesia, yang kata orang adalah zambrut khatulistiwa, ternyata sampai
saat ini masih belum bisa merangkainya menjadi rangkaian yang indah dalam perbedaan.
Masih ada saja orang yang menghina karena perbedaan. Yang tidak menghormati
hanya karena mempunyai pandangan lain, menganggap perbedaan itu harus
dihancurkan. Kenapa saya harus lahir di sini? Kenapa tidak di negara lain saja?
Mungkin seperti itulah pertanyaan pertanyaan yang sering terlintas di benak
pikiran saya. Oke, kemudian saya mulai berpikir dan merenungkan semua hal yang
saya resahkan di atas.
Mungkin dalam perkembangannya saya mulai berpikir
kalau masyarakat sudah cukup cerdas menyikapi berbagai perbedaan. Tapi semua
itu hilang saat pemilihan umum atau lebih tepatnya pemilihan presiden 2014
dilaksanakan. Disaat itu saya melihat masih banyak orang yang menggunakan cara
cara licik untuk menjatuhkan calon lain dengan menghembuskan isu isu murahan
semacam agama, etnis dan banyak lagi hal lain. Namun yang cukup membuat saya
senang adalah sudah cukup banyak warga negara Indonesia yang cukup cerdas dalam
mencermati isu isu yang berhembus. Walaupun tidak dapat dipungkiri di
masyarakat kita masih ada saja yang terpengaruh, terutama mereka yang mempunyai
pendidikan rendah, misalkan, masyarakat pesisir yang setelah lulus SMP langsung
menjadi nelayan atau masyarakat desa yang setelah lulus SMP bahkan SD sudah
mencangkul untuk menjadi petani dan kemudian menikah di usia dini.
Saya berasal dari golongan minoritas, Agama saya
Kristen. Dan yang menjadi kegelisahan saya, isu isu yang dihembuskan menjadi
serangan untuk mereka yang bersaing memperebutkan posisi. Mungkin ini membuat
saya cukup takut untuk keluar menghadapi dunia, khususnya di Indonesia ini. Akan
tetapi, seiring dengan pengetahuan dan sudut pandang yang berkembang, mungkin
perlahan saya akan mencoba keluar dari zona nyaman saya.
Karena pasti ada maksud ketika seekor domba
diutus diantara banyak serigala yang mengelilingi.
Comments
Post a Comment