"bahkan gereja yang sudah lama berdiripun dicurigai, jangan jangan di dalam gereja mau dibangun gereja lagi"
Saya tertawa
terbahak bahak saat mendengar materi standup Beni, Stand up comedian asal Jogja
yang terkenal lewat program Stand Up Comedy Indonesia Season 4 di KompasTV. Sebelum
beliau (saya memanggilnya beliau, biar terkesan menghormati) muncul di SUCI 4,
saya sudah sering melihatnya di Stand Up Comedy Show di Metro TV. Terus terang
saya suka dengan komedinya. Dengan wajah yang sangat datar dan materi yang
orisinil, saya sangat menikmati penampilannya.
Namun ada
satu materi standup yang membuat saya tergelitik. Tergelitik untuk tertawa
tetapi setelah ini ada yang mengganjal di pikiran saya. Jokenya seperti ini
“Jaman sekarang itu toleransi antar agama di Indonesia masih kurang. Bikin gereja aja dicurigai. Bahkan gereja yang sudah berdiri pun masih dicurigai. Jangan jangan di dalem gereja mau dibangun gereja lagi…”
Ini mungkin
adalah sebuah ungkapan jujur yang keluar dari beliau. Setelah mendengar itu,
saya jadi teringat tentang pengalaman saya, bukan di kampong halaman saya, akan
tetapi di semarang, tempat saya menuntut ilmu. Pertama kali saya ke semarang
untuk berkuliah di sana, saya mencari gereja yang dekat dengan tempat tinggal
kakak saya di sana. Dan sampai beberapa lama, saya baru menemukannya karena di
depan gereja tidak ada symbol salib atau apapun, bahkan papan tulisan “Gereja”pun
tidak saya temui di sana.
Saya kemudian masuk ke dalam gereja, saya bertemu dengan seorang jemaat di sana. Saya bertanya, kenapa di sana tidak ada papan atau nama gereja di depan. Setelah saya tanya, ternyata disana dulu ada plang Gereja Pantekosta di Indonesia, tetapi dilarang oleh warga sekitar yang mayoritas memang muslim. Sayangnya saya dulu tidak bertanya lebih lanjut tentang penyebab hal tersebut.
Ini sedikit menunjukkan, masih lemahnya toleransi beragama di Indonesia. bahkan untuk memasang nama gerejapun tidak diperbolehkan, tetapi masih beruntung mereka masih diperbolehkan untuk beribadah sampai hari ini.
Berbeda lagi
di Depok. Ketika saya sedang mengunjungi rumah teman saya, minggu pagi saya
mencari gereja dengan kesusahan. Setelah saya menemukan, ternyata ruangan
ibadahnya berada di ruko. Saya bertanya
kepada jemaat di situ, kenapa di ruko? Beliau menjawab, sebenarnya di ruko
memang lebih was was karena ijinnya memang hanya buat ruko, tetapi digunakan
untuk ibadah. Bisa saja mereka diusir sewaktu waktu untuk tidak beribadah lagi
di sana karena melanggar perjanjian. Sebenarnya ini tidak sepenuhnya benar,
karena di perjanjian memang seperti itu, tetapi menurut opini saya, mendirikan
gereja di sana juga sulit untuk mendapat izin dari birokrasi terkait.
Tetapi saya
sangat bersyukur karena di rumah dan kampong halaman saya, di Boyolali, jawa tengah, kerukunan antar umat
beragama sangat terjaga. Contohnya menjelang lebaran seperti ini, masyarakat
nasrani seperti saya juga ikut merasakan hingar bingarnya suasana di sini. Bahkan
saya tiap lebaran masih mengunjungi tetangga tetangga saya untuk sekedar
bersilaturahmi, sekalian mencari makanan, hehehe. Di perayaan Natalpun warga
yang muslim membantu terselenggaranya perayaan dengan aman dan nyaman bagi yang
merayakan. Bantuannya dapat berupa materi, maupun bisa juga membantu dalam
menjaga keamanan di sana. Di kala waisak sekalipun, yang penganutnya sangat
sedikit, toleransi masih sangat terasa karena warga yang tidak merayakannya
banyak yang bersilaturahmi ke rumah penganut Budha.
Saya berharap
toleransi dan kedewasaan umat beragama di Indonesia membaik. Tidak hanya
mementingkan egonya sendiri,tetapi juga memakai perasaan dan memaknai setiap ajaran
secara dewasa, tidak ditelan mentah mentah. Maju terus Indonesia!
Comments
Post a Comment