BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Beberapa
tahun lalu kita melihat adanya pergerakan besar yang terjadi di arab.
Pergerakan itu biasa disebut arab
spring. Fenomena arab spring ini dimulai sekitar akhir tahun 2010 sampai tahun
2012. Arab spring terjadi di sekitar
jazirah arab dan wilayah afrika utara, misalnya Tunisia, mesir dan negara
sekitarnya.
Fenomena
ini muncul pertama kali di negara Tunisia pada tanggal 18 Desember 2010,
masyarakat menuntut mundurnya presiden Tunisia, Zine El Abidin Ben Ali yang
sudah menjabat hampir 25 tahun setelah memimpin Tunisia melalui kudeta pada
pertengahan dekade 1980an, yang mana dibawah kekuasaannya yang diktator terjadi
berbagai pelanggaran hak asasi manusia dan masalah-masalah lainnya seperti
kekerasan fisik, perlindungan yang tidak mumpuni terhadap kebebasan media pers,
tingginya angka pengangguran, kemiskinan,
kebebasan berpendapat dan kebebasan berpolitik. Hal ini menyebabkan
gelombang aksi turun ke jalan dalam skala besar dan demonstransi dan membuat Ben Ali diturunkan secara paksa oleh
masyarakat Tunisia.
Hal
tersebut menjadi semacam pemantik untuk negara negara sekitarnya yang juga
mengalami diktatorisme selama berpuluh puluh tahun, misalkan mesir yang sudah
30 tahun dipimpin oleh Husni Mubarak. Mereka menurunkan secara paksa rezim
Mubarak pada tanggal 25 Oktober 2011. Arab spring berkembang menuju ke Suriah
dimana pihak oposisi Suriah berupaya menggulingkan pemerintahan Bashar al-Assad.
Peristiwa
yang terjadi di jazirah arab ini dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor
internal maupun faktor eksternal. Pada awalnya perang perang ini mungkin
disebabkan oleh faktor faktor internal, tetapi pada akhirnya, banyak
kepentingan yang bertumpuk di dalam konflik yang terjadi di negara negara ini
termasuk konflik Surih pada tahun 2011.
B. Rumusan masalah
Apa
yang dimaksud proxy war dan bagaimana proxy war ini dilakukan di Suriah?
C. Tujuan penelitian
Untuk
mengetahui apa yang dimaksud proxy war dan kaitannya dengan perang Suriah
BAB II : PEMBAHASAN
A. Proxy war
Prinsip
perang terus bergeser, dari perang yang bersifat konvensional, dimana dulu
perang hanya terbatas pada perang militer yang menggunakan senjata dan
bertarung satu lawan satu atau saling berhadapan. Perang
proksi
adalah istilah yang memiliki
berbagai definisi,
namun
karena berbagai
perang
yang
dianggap sebagai perang
proxy,
perang
proxy didefinisikan sebagai perang
di
mana perang tersebut
terjadi
antara dua atau lebih
entitas,
dimana satu atau lebih pihak di antaranya
didukung
oleh
negara
lain, dalam rangka mencapai
tujuan
negara
pendukung.
Dalam
definisi ini harus diperjelas
bahwa
dalam perang
proxy,
proxy
biasanya
berjuang
dalam
perang untuk alasan mereka sendiri.
Alasan
mereka
dianggap proxy,
dan
alasan perang
dianggap
sebagai perang
proxy,
karena
"negara
proxy" sedang didukung
oleh
negara
luar,
dan
negara
luar
mendukung
proxy
hanya
karena proxy
berusaha
untuk melakukan sesuatu yang
negara
pendukung.
Perang
proxy
menjadi
hal yang umum sejak berakhirnya
Perang
Dunia II
dan
munculnya
Perang
Dingin. Hal ini
karena
sejumlah
alasan. Pada masa Perang Dingin,
ini
karena
terjadi
ketakutan
bahwa
konflik langsung antara
Amerika
Serikat dan Uni Soviet
akan
mengakibatkan
perang nuklir
dan
kehancuran
total dari
semua
partisipan. Selain itu,
Uni
Soviet, terutama
menjelang
akhir perang dunia, tidak
memiliki
cukup sumber daya untuk
langsung
melawan
Amerika
Serikat, dan
media
telah
dan masih memiliki
pengaruh
besar
pada kebijakan
di
Amerika Serikat. Sering
setelah
perang
besar, media
dan
masyarakat
umum memiliki pandangan
antiperang.
Ketika
ini terjadi, AS memerlukan untuk
memberikan justifikasi yang
berat
untuk maju berperang.
Ketika
tidak
dapat melakukannya, Amerika
Serikat telah terpaksa
untuk
memiliki tangan lain
untuk
melakukan perang.
Contoh
dari situasi ini
adalah
ketika Amerika Serikat
tidak
terlibat
langsung dalam Perang
Soviet-Afganistan, sebagai
gantinya AS memilih
untuk
memasok dan
mendanai
Mujahidin.
Dicatat
bahwa Perang
Soviet-Afganistan terjadi
empat
tahun setelah Perang Vietnam, dimana AS
mendapatkan kerugian besar dan mengalami kekalahan disana
Perang
proxy
dapat dimulai
konflik
yang independen,
tetapi berkembang menjadi perang
proksi
sebagai
negara
besar berusaha untuk
melindungi
kepentingan mereka. Misalnya,
Perang
Saudara Spanyol
dimulai
sebagai
perang
saudara antara kaum Nasionalis
revolusioner
pro-fasis di bawah
Jenderal Francisco
Franco
dan
pendukung
Republik
Spanyol,
yang disebut Republicans. Namun,
berkembang
menjadi perang
proksi
sebagaimana
Nazi
Jerman
dan
sekutunya mulai
mendukung
Nasionalis,
sedangkan
Uni
Soviet, Meksiko dan
banyak
relawan
internasional
yang mendukung Partai Republik.
Berdasarkan
ulasan diatas, dapat disimpulkan bahwa beberapa ciri ciri proxy war adalah sbb:
1.
Negara yang menjadi proxy adalah negara sekutu sang pendukung.
Negara
Korea selatan yang terlibat perang Korea didukung oleh Amerika Serikat, dan
menjadi Proxy dari US. Ini terjadi karena mereka adalah sekutu yang memang
sudah lama menjadi sahabat. Di lain pihak, korea utara disokong oleh Uni
Soviet, yang sama sama berpaham komunis dan menjadi kerabat dekat.
2.
Negara proxifier seringkali merupakan negara adidaya.
Dukungan
yang bisa berupa dukungan senjata, ekonomi dan beragam kebutuhan perang,
membuat pendukung yang menjadi proxifier dari perang proxy memiliki kekuatan
yang tidak kokoh. Minimal mereka memiliki kemampuan ekonomi yang cukup untuk
ikut serta dalam membantu negara yang menjadi proxy, maka dari itu negara adidaya
menjadi negara yang paling sering berposisi sebagai proxifier.
3.
Dilakukan untuk memperjuangkan kepentingan pihak pertama dan kedua.
Yang
perlu digarisbawahi kembali dalam kasus perang proxy ini adalah, tidak hanya
salah satu dari dua negara yang bersekutu yang mempunyai kepentingan, misalkan
negara proxy tidak hanya mencapai apa yang diinginkan negara pendukung, tetapi
mereka juga punya kepentingan yang terlebih dahuklu sudah diperjuangkan sebelum
negara pendukung datang mendukungnya.
B. Proxy war dalam
kasus perang Suriah
Konflik politik Suriah yang dimulai pada bulan Maret tahun
2011 lalu bukan hanya menjadi konflik internal antara Rezim Bashar Al Assad dan
oposisi Suriah yang diwakili oleh Dewan Nasional Suriah (SNC), tetapi konflik
tersebut telah berkembang menuju konflik yqng berlevel internasional. Berbeda
dengan revolusi yang melanda negara-negara Arab lainnya, contohnya di Mesir dan
Libya, kepentingan asing banyak terlibat pada konflik politik Suriah dan saling
bersinggungan. Pada kasus revolusi Mesir, intervensi pihak asing, Amerika
Serikat, tidak mendapat banyak polarisasi dari pihak lain, karena Mesir pada
hakikatnya adalah sekutu politik AS di Timur Tengah. Dalam revolusi Libya,
intervensi memang menjadi sebuah intervensi militer, namun sekalipun demikian,
tetap tidak ada dukungan masif dari blok negara penentang, yang ada hanya
sedikit suara sumbang tentang perlunya penghormatan atas kedaulatan Libya.
Dalam konflik yang mendera Libya, gesekan kepentingan tidak
bisa dielakkan lagi dan gesekan tersebut berasal dari dua blok yang berseteru
pada perang dunia 2. Blok barat diwakili Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis
sementara di lain sisi ada pihak Rusia dan Cina. Konflik ini sendiri bisa
dikatakan sebagai wujud baru dari perang dingin yang sudah dinyatakan berakhir
pada awal dekade 1990-an ketika Uni Soviet bubar dan pecah menjadi belasan
negara.
C. Kepentingan
Amerika
Suksesnya revolusi di Mesir dan Libya semakin mendorong Amerika
Serikat terus bermain dalam proyek “New Middle East“
nya. Meski revolusi ini harus mengorbankan sekutu Amerika Serikat, seperti
Husni Mubarak di Mesir dan Ali Abdullah Saleh di Yaman, tetapi proyek
pendongkelan rezim otoriter di Arab terus berlanjut. Sangatlah lugu bila kita
sebut ini adalah proyek demokratisasi Timur Tengah. Faktanya, sekutu-sekutu Amerika
Serikat dan barat di jazirah Arab, seperti Arab Saudi, Kuwait, Oman, dsb bukan
negara demokratis tetapi monarki konstitusional, yang tentu berlawanan dengan
ide demokrasi sendiri. Kepentingan bisnis dan politik lebih menjadi alasan
utama dibalik proyek Timur Tengah Baru. Minyak dan bisnis senjata masih menjadi
ambisi blok Barat menancapkan pengaruhnya di jazirah Arab. Namun kepentingan
politik ternyata tak kalah penting. Suriah menjadi satu-satunya ganjalan di
jazirah Arab setelah Irak ditundukan. Sebagian besar negara-negara Arab sudah
berteman dekat dengan Amerika Serikat. Sementara Suriah juga lebih condong
kepada blok Rusia dan Cina ketimbang Amerika Serikat dan blok barat. Suriah
juga menjadi ancaman besar bagi Israel selain Iran. Suriah mempunyai kedekatan
hubungan dengan gerakan Hezbollah di Lebanon dan Hamas di Palestina yang
menjadi musuh besar Israel. Dengan jatuhnya rezim Al Assad, ancaman terhadap
keamanan Israel bisa diminimalisasi, dan rezim yang baru diharapkan bisa lebih
mendekat ke Amerika Serikat dan blok barat.[1]
D.
Kepentingan Rusia
Ada beberapa sebab mengapa Rusia ingin membantu rezim Bashar
al Assad, yaitu
1. Cultural connection
Moskow telah
memperhitungkan
Suriah
yang
dipimpin oleh Assad sebagai
sekutu
terdekatnya
di
dunia Arab selama lebih dari
empat
puluh tahun.
Selama
Perang Dingin, banyak orang Rusia
pindah
ke Suriah
dan,
sebaliknya,
banyak
elit
Suriah
belajar
di sekolah
ternama Rusia seperti
Moskow
State
University dan Peoples' Friendship
University.
Perkawinan
terjadi
di
kedua negara. Sebagian pemimpin
Soviet,
berusaha
untuk
mendapatkan pengantin siswa pria terbaik dari
negara-negara
sekutu yang
kemudian
bisa
diandalkan
dukungannya.
Karena
Suriah
adalah
kunci
untuk posisi
Soviet
di
Timur Tengah, Suriah
disebut
sebagai "sekutu"
dan
"teman
" dalam siaran publik dan
laporan
di Soviet.[2]
2. Kepentingan
komersial
Jatuhnya
pemimpin
Libya Muammar
Qadhafi
juga
telah
memberikan kontribusi terhadap sikap keras
kepala Putin
di
Suriah.
Menurut
beberapa sumber Rusia
seperti
RIA
Novosti
dan
Utro.ru,
Kremlin
kehilangan
sekitar
$ 4 miliar
dari
kontrak
persenjataan
ketika
rezim
Libya jatuh,
dan
ingin
mencegah
terulangnya di Suriah.
Suriah
telah
lama menjadi konsumen
persenjataan
Rusia,
dan
perdagangan
senjata semakin bertambah setelah
Assad
dan
Putin
berkuasa
pada
tahun 2000. Menurut
Stockholm
International
Peace
Research Institute,
Rusia
menyumbang
78
persen
dari
pembelian
senjata
Suriah
antara
tahun 2007 dan
2012.
Dan
2007-2010,
penjualan
senjata Rusia ke
Suriah
mencapai
$ 4,7 miliar
dua
kali lebih besar jumlahnya dibandingkan
empat
tahun sebelumnya, berdasarkan
Congressional
Research
Service. Lebih luas lagi,
Rusia
saat
ini menjadi eksportir senjata
terbesar
kedua di dunia setelah
Amerika
Serikat.
Di luar
persenjataan,
perusahaan
Rusia
telah
menginvestasikan
$ 20 miliar
Suriah
sejak
2009, menurut
Moskow
Times.
Jika
Assad
kehilangan
kekuasaan, kontrak ini
akan
hangus.
Juga
dipertaruhkan
sejumlah besar pinjaman
Rusia
untuk Assad.
Menurut
manifest
penerbangan
yang
diperoleh ProPublica,
Moskow
menerbangkan
lebih
dari dua ratus
ton
"banknotes"
untuk
rezim
Suriah di musim panas 2011,
selama
periode ketika pertempuran
mengalami
eskalasi. Pengiriman
tersebut
mungkin
menjadi satu-satunya alasan
Assad
berhasil
menghindari
kebangkrutan dan
tetap
membayar pasukannya
walaupun
cadangan devisa negara
ini
telah berkurang.
3. Aliansi Militer
Putin
telah
membuat ekspansi
kekuatan
maritim Rusia
menjadi
pilar masa jabatan presiden
yang
ketiga. "Saya
ingin
menegaskan kembali lagi bahwa
pengembangan
angkatan laut yang kuat
dan efektif adalah
salah
satu prioritas utama
Rusia,"
katanya
pada
tanggal 10 Januari, pada
peresmian first class pertama
Rusia
dari
kapal
selam sejak tahun 1991.
Jatuhnya
Assad
akan
berarti
kehilangan pangkalan militer
Rusia
di
luar bekas Uni
Soviet.[3]
Minggu yang sama
dengan
komentar Putin,
Kementerian
Pertahanan
Rusia mengumumkan
latihan
angkatan laut yang akan diadakan
di
Laut Mediterania,
yang
digambarkan
sebagai "yang
terbesar dalam sejarah Rusia."
Moskow
tidak
memberikan indikasi
bahwa
latihan
tersebut
terkait
dengan konflik
Suriah,
tetapi
analis Barat
menafsirkan
bahwa
hal tersebut menjadi sinyal bahwa Rusia
tidak
berniat
untuk mundur dari
dukungan
untuk
rezim
Assad.
4. Peran
strategis
Sejak tahun 2000,
Putin
telah
berupaya untuk mengembalikan
Rusia
sebagai
kekuatan
besar,
membentuk
kebijakan
sebagai
anti-Amerika
zero-sum game untuk
memposisikan negara ini
sebagai
penyeimbang Barat
di
Timur Tengah. Suriah
adalah
pijakan
paling
penting Rusia
di
wilayah tersebut dan
kunci
kalkulus
Putin.
Suriah
yang lokasinya
-
berbatasan
dengan Mediterania,
Israel,
Lebanon,
Turki,
Yordania, dan Irak -
menjadikannya
terlalu
penting untuk terhilang.
Alasan lain
untuk
Putin
mendukung
Assad
menyangkut
perkembangan
di
dalam Rusia.
Percikan
di
balik Arab Spring
-
rasa
frustrasi dengan
korupsi
dan tidak adanya
akuntabilitas
dalam
politik -
tampak
melalui
beberapa bagian
dari
masyarakat
Rusia. Pada Desember 2011,
negara
mengalami protes
terbesar
sejak jatuhnya
Uni
Soviet.
Untuk
Putin,
yang
lebih terbiasa dengan penduduk yang
sepenuhnya puas, peristiwa ini
pasti
menakutkan,
dan
kemungkinan dia takut
bertemu
nasib
yang sama seperti para pemimpin
Arab
yang digulingkan.
Sebagai tanggapan,
Putin
telah
berupaya menjadi musuh
eksternal
untuk
menggalang penduduk
sekitar
bendera
nasionalis.
Dengan
menggunakan Suriah
untuk
mempromosikan anti-Amerikanisme, dia bisa
memperoleh
manfaat politik
langsung
-
mendukung
Assad
berarti
menolak
Barat.
Sama
seperti sikap Assad
yang
bersikap rejeksionis
melawan
Israel
menjadi
penting
untuk Suriah di panggung internasional,
rejeksionisme Rusia di Suriah
membuat
Moskow
menjadi
pemain penting di kasus mata internasional.
5. Prospek yang
buruk untuk reset kepemimpinan.
Sejak
pemberontakan
Suriah
tahun
2011, Putin
telah
mendukung Assad
secara
tegas, meskipun pernyataan
sebaliknya.
Dia
telah mempersenjatai
Assad,
dengan
berlindung di Dewan Keamanan
PBB,
setuju
untuk mengambil minyak mentah
Suriah
sebagai
ganti produk minyak
olahan
untuk
mempertahankan militer dan
perekonomian
negara, dan memberikan
pinjaman
untuk mencegah kebangkrutan
Suriah.
Pada
intinya, pihak Rusia tidak memiliki pandangan yag bagus terhadap calon
pengganti Assad, atau calon potensial dalam reset kepemimpinan di Suriah, untuk
menjadi mitra yang sebagus Assad.
E. Negara lain yang
mempunyai kepentingan di perang Suriah
Beberapa negara yang juga memiliki kepentingan di
perang Suriah antara lain
1. Iran
Dukungan Iran kepada Rezim Bashar Al-Assad bukan semata
faktor keyakinan Syiah yang dianut Damaskus. Rezim Al Assad dibangun dan
disokong kekuatan Partai Baath yang berideologi sosialis dan sekuler bukan
syiah fundamentalis sebagaimana Rezim Teheran. Alasan utama Iran mendukung
Suriah lebih kepada karena Suriah menjadi bagian aliansi strategis Iran dalam
menghadapi ancaman Israel. Suriah, Iran, dan Hizbullah (Lebanon) menjadi poros Timur
Tengah untuk melawan Israel. Sebagaimana Iran, Suriah tidak terlibat konflik
langsung dengan Israel, namun Suriah secara aktif terus menyokong perlawanan
terhadap Israel. Suriah menjadi perpanjangtanganan Iran dalam menyokong milisi
Hizbullah di Lebanon Selatan. Suriah juga mengakomodasi para pemimpin Hamas
Palestina di Damaskus . Ini yang menjadi alasan utama Iran yang menghendaki
rezim Bashar Al Assad tetap berkuasa. Selain itu, Iran juga tidak ingin gejolak
Suriah berimbas pada stabilitas Iran, yakni terletupnya gerakan revolusi kaum
muda Iran yang dikenal kritis terhadap pemerintahnya.
2. Turki, Arab Saudi, dan Qatar
Tiga negara ini adalah negara-negara yang paling
bersemangat menyerukan pergantian Rezim Damaskus. Turki nyata-nyata menegaskan
menyokong perlawanan oposisi Suriah. Turki juga tak khawatir terseret langsung
dalam konflik karena penempatan militernya di perbatasan Suriah-Turki. Saat
ini, Turki juga menjadi tempat pengungsian warga Suriah dan markas pejuang
oposisi Suriah. Arab Saudi dan Qatar juga menyokong persenjataan gerilyawan,
dan kerap menyentil Damaskus lewat statemen pemerintahnya yang mengutuk
tindakan represi Rezim Bashar Al Assad. Kedua negara ini juga menjadi aktor
penting dibalik upaya untuk mengutuk Suriah di sidang Majelis umum PBB.
Dibekukan sementaranya keanggotaan Suriah di Liga Arab juga merupakan rangkaian
manuver Arab Saudi dan Qatar. Tiga negara ini ditengarai juga menyuplai senjata
dan logistik pejuang oposisi. Dukungan kuat Turki, Arab Saudi dan Qatar kepada
oposisi Suriah disebabkan karena faktor keyakinan, yakni Islam Sunni. Konflik
Suriah menjadi menjadi medan perang Sunni-Syiah seperti di Yaman, Bahrain dan
Irak.[4]
F. Proxy dari Amerika
Serikat dan Rusia
Di
bagian pendahuluan sudah saya jelaskan tentang ciri ciri proxy war. Penulis
pada bagian ini mencoba menganalisis proxy war dalam kasus Suriah.
Pada
awalnya, perang sipil Suriah ini disebabkan oleh kepemimpinan sang diktator, Bashar
al-Assad di negara tersebut semenjak tahun 2000. Pihak oposisi merasa pemimpin
mereka bertindak semena mena selama duduk menjadi kepala negara, sementara
Bashar al-Assad menganggap mereka yang menyerang adalah pemberontak yang patut
dihancurkan. Disini masing masing pihak yang bertikai memiliki kepentingan
tertentu.
Proxy
war di sini diawali dari kepentingan dua pihak yang bertikai. Pihak
“pemberontak” dari SNC yang berupaya menggulingkan Bashar al-Assad berbentur
kepentingan dari rezim yang berupaya mempertahankan power yang masing masing
mereka miliki. Sementara itu, di belahan bumi berbeda, dua mantan kekuatan
politik terbesar dunia pada era perang dingin menangkap sinyal sinyal potensial
dari negara Suriah ini. pihak Suriah yang merupakan salah satu pijakan penting
bagi kekuatan yang dibangun Rusia di kawasan Timur Tengah, karena sudah banyak
negara tetangga Suriah yang menjadi aliansi dari mantan musuh Rusia di era
perang dingin, yaitu Amerika Serikat.
Dua
mantan kekuatan terbesar dunia itu merasa mereka bisa menggunakan salah satu
pihak sebagai proxy mereka. Rusia menginginkan rezim Assad tetap bertahta
karena merupakan salah satu aliansi terpenting mereka di asia, sementaraAmerika
menggunakan pemberontak sebagai proxy mereka untuk menghilangkan ganjalan
mereka di Timur Tengah yang selama ini berada pada sosok Bashar al Assad.
Hal
diatas memperkuat asumsi bahwa proxy war terjadi di Suriah. Ini dibuktikan
dengan adanya dua kepentingan yang sebenarnya sudah dimiliki oleh dua pihak yang bertikai secara
langsung. Tetapi dari dua tujuan itu, berkembang lagi setelah masuknya para
proxifier yang masuk ke area konflik untuk memperjuangkan kepentingan masing
masing. Dalam kasus ini, Rusia dan Amerika sama sama berjuang untuk menancapkan
powernya di Timur Tengah melalui Suriah. Inilah yang menyebabkan perang ini
bisa disebut sebagai perang proxy, dimana masih masing kubu yang bertikai dalam
konflik ini didukung oleh pihak lain, yang mempunyai kepentingan berbeda.
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan
Proxy
war adalah perang di mana
perang tersebut
terjadi
antara dua atau lebih
entitas,
dimana satu atau lebih pihak di antaranya
didukung
oleh
negara
lain, dalam rangka mencapai
tujuan
negara
pendukung.
Salah
satu contoh proxy war yang terjadi adalah di Suriah dimana pemerintah Bashar al
Assad yang diboncengi oleh Rusia melawan pemberontak yang disokong Amerika
Serikat menjadikan perang Sipil Suriah ini menjadi perang proxy, dimana ada
negara yang memiliki proxy di daerah
yang berkonflik, dan bertujuan untuk mendapatkan keuntungan secara politik
maupun ekonomi dari proxy mereka ketika mereka menang.
Proxy war hanya akan terjadi kalau dua kubu, kubu
proxy dan kubu pendukung, memiliki tujuan yang terkait dan saling
menguntungkan. Di Suriah ini, Rusia berkepentingan untuk mengamankan rezim
Bashar al-Ashad di sana karena sepanjang kepemimpinan Assad maupun secara
historis, dimana Putin dan Assad memiliki relasi yang bisa dibilang sangat baik
dalam berbagai bidang, dan jika sampai rezim Assad lengser, banyak sekali
kerugian yang akan diderita oleh mereka. Di sisi lain, Assad juga
berkepentingan untuk mempertahankan kekuasaannya.
Di kubu sebaliknya, Amerika Serikat berusaha untuk
menggulingkan Assad untuk memuluskan rencana mereka menguasai Timur Tengah dan
mendapatkan jalan untuk itu dengan pemberontak oposisi di Suriah yang juga
berjuang untuk merebut kekuasaan. Jadilah terdapat 4 kepentingan yang bertarung
di satu perang di wilayah Suriah.
B. Daftar
Pustaka
Borshchevskaya, Anna. 2013. Russia's Many Interests in Syria. http://www.washingtoninstitute.org/policy-analysis/view/russias-many-interests-in-syria diakses 09 Mei 2015
Moyar, Mark. 2013. U.S. Interests in Syria, Past and Present. http://www.hoover.org/research/us-interests-syria-past-and-present. 09 Mei 2015
Brandenburg, Rachel. 2013. What IS the U.S. Interest in Syria?. http://trumanproject.org/doctrine-blog/what-is-the-u-s-interest-in-syria/. 09 Mei 2015
2013. US to acts in its best interest over Syria crisis. http://www.bbc.com/news/uk-politics-23894173. 09 Mei 2015
Odiogor, Hugo. 2011. Understanding Russia’s interest in Syria’s conflict. http://www.vanguardngr.com/2011/11/understanding-russia%E2%80%99s-interest-in-syria%E2%80%99s-conflict/#sthash.TVJq0eoh.dpuf 09 Mei 2015
[1] Moyar, Mark. 2013. U.S. Interests in Syria, Past and Present. http://www.hoover.org/research/us-interests-syria-past-and-present. 09 Mei 2015
[2] Borshchevskaya, Anna. 2013. Russia's Many Interests in Syria. http://www.washingtoninstitute.org/policy-analysis/view/russias-many-interests-in-syria diakses 09 Mei 2015
[3] Borshchevskaya, Anna. 2013. Russia's Many Interests in Syria. http://www.washingtoninstitute.org/policy-analysis/view/russias-many-interests-in-syria diakses 09 Mei 2015
[4] http://forum.kompas.com/internasional/208538-kekuatan-asing-dibalik-konflik-suriah-sebuah-proxy-war.html
Comments
Post a Comment