KETIKA TUHAN MENYADARKANKU…..
Seketika aku teringat senyum orang tua, disini, aku
menangis sendiri di tanah rantau. Ketika hampir setiap hari aku membangkang dan
menyepelekan nasihat orang tua, dan membantah ketika diberi nasihat, ketika
hamper setiap hari aku melakukan sebuah hal yang tidak penting, dan membiarkan
orang tuaku yang sudah renta mencari nafkah dengan membanting tulang, orang
jawa bilang sampai nunjang palang,
nungsang njempalik” yang artinya sampai menabrak apapun yang menghalangi
dan ibarat kata sampai terjatuh dan tersungkur pun tidak jadi masalah, untuk
siapa? Ya, hanya untukku, seseorang yang belum bisa membalas ketulusan hati
keduanya, yang hanya menghabiskan waktu untuk sebuah hal yang tidak bermanfaat,
yang sampai saat ini hanya menjadi beban untuk mereka, yang sampai detik ini
masih sering lupa untuk menyebut nama mereka di dalam setiap doa doanya. Apakah
kalian tidak tahu, mereka berdua selalu menyertakan nama kalian dengan penuh
ketulussan dalam setiap rangkaian kata-kata yang keluar dari mulut beliau saat
mereka berdoa.
Aku memang anak yang berharap bisa menjadi kebanggaan
untuk kedua orang tuaku, walau suatu ketika aku dilarang untuk berkuliah karena
alasan ekonomi tentunya, aku sedikit kecewa dan berusaha untuk mencari jalan
lain agar bisa berkuliah. Ya, aku berharap setidaknya dengan berkuliah aku
dapat mengangkat derajat keluargaku, walaupun memang masih membutuhkan banyak
waktu untuk itu, tetapi aku yakin pasti suatu saat nanti mimpi itu tercapai.
Dan dengan pertolongan Tuhan, usahaku membuahkan hasil.
Sampai suatu ketika, lingkungan kuliah menyebabkan aku
jauh dari kata religious, terutama saat aku sudah sering lupa berdoa, sering
melupakan kewajibanku dalam banyak hal. Dan sampailah aku pada liburan semester
3 menuju ke semester 4, dan disana aku lebih sering menghabiskan waktuku di
rumah, saat itu aku menyadari bahwa orang tuaku begitu bekerja keras untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari hari. Dan itu sangat berat untuk siapapun
orangnya. Apalagi untuk seseorang berusia 58 tahun. Mereka berangkat ketika
ayam belum berkokok dan kelelawarpun belum pulang kesarangnya. Mereka begitu
memeras keringat hanya untuk mencari setitik cerahnya kehidupan. Pulang hanya
sebentar untuk mengisi perut dan minum segelas air putih hangat, mereka kembali
berangkat menuju peraduan. Dan sampai sore, rutinitas itu tidak pernah berhenti
dilakukan.
Satu waktu terjadi sesuatu yang tak diinginkan, anak
laki-lakinya, yaitu saya, terkena sakit yang mendadak, mungkin gara gara
hujan-hujanan. Sekujur tubuh terasa sangat pegal dan kalau berdiri terasa
pusing. Yang sangat mengharukan, ibu saya meninggalkan semua pekerjaanya hanya
untuk mendampingi saya di kamar, ya, waktu itu mungkin hanya batinku yang tahu
kalau aku menangis. Menangis karena merasakan kasih saying yang tulus dari seorang ibu, yang sering aku lupakan
dalam setiap doa yang kusampaikan kepada Tuhan, dan ayah yang terlihat cuek,
tapi saat itu dengan sabar merawat aku agar cepat mendapat kesembuhan. Saat itu
aku sangat terharu dan sangat bersyukur kepada Tuhan karena telah memberiku
orang tua yang sangat baik dan sangat memikirkan anaknya. Dan dengan lamanya
aku di rumah, aku menjadianak yang sering ke gereja untuk beribadah, dan ingat
kebaikan Tuhan yang tidak pernah ada habisnya.
Aku berjanji, sampai akhir hidupku, aku akan selalu
mengingat kebaikan Tuhan yang sudah diberikan melalui kedua orang tuaku ini.
Dan aku percaya, suatu saat nanti akan datang saat dimana aku akan membuat
kedua orangtuaku bahagia, dan aku ingin melihat mereka tersenyum karena aku.
Tuhan pasti akan mendengar dan mengabulkan doaku ini.
Comments
Post a Comment